Mengapa Harus SIAGA!



Padu-pandu yang kucinta,

Tentunya kita masih ingat, ketika kita SIAGA (umur 7-10 th) dulu Yanda dan Bunda (sebutan untuk pembina pramuka siaga) kita mengelompokkan kita dalam barung-barung (nama kelompok kecil pramuka siaga, terdiri atas 7-10 anak). Ada yang diberikan nama barung hijau, barung merah, barung kuning, dan ada pula yang lainnya. Kemudian suatu waktu Yanda dan Bunda mengumpulkan seluruh barung yang ada dan menyebut kumpulan barung itu sebagai perindukan.

Di dalam barung Yanda dan Bunda mengembangkan keterampilan pribadi anak didiknya, seperti membersihkan, tangan, gigi, telinga, kuku, dan bagian anggota tubuh lainnya. Dikembangkan pula keterampilan pribadi yang lain, sebut saja kemampuan membedakan warna (penglihatan), kemampuan membedakan bau (penciuman), kemampuan membedakan suara (pendengaran), kemampuan membedakan bentuk (perabaan), dan kemampuan membedakan rasa (pengecapan).

Jika kita cermati, kemampuan-kemampuan yang dikembangkan oleh Yanda dan Bunda di atas merupakan kemampuan dasar yang memang seharusnya dilatih oeh manusia sehingga berkembang dengan maksimal. Siaga memanglah usia dasar perkembangan kehidupan manusia. Karena dasar, maka harus dikuatkan pondasi kemampuan dasarnya untuk perkembangan yang baik di masa-masa selanjutnya.

Ilustrasi lain. Tentu para pandu masih ingat dengan lagu berikut:

Kalau kau suka hati tepuk tangan …. Kalau kau suka hati petik jari …. Kalau kau suka hati hentak kaki …. Kalau kau suka hati bilang hore …. Kalau kau suka hati mari kita lakukan …. Kalau kau suka hati ….

Syair lagu di atas menghendaki yang menyanyikan lagu tersebut juga melakukan perintah yang ada dalam syair lagu tersebut. Tanpa terasa si anak (baca:siaga) menggerakkan tangan, kaki, dan mulutnya mengikuti syair lagu yang dinyanyikan. Inilah salah satu proses belajar dalam kepramukaan “belajar tapi tidak merasa belajar”.

Melalui metode bernyanyi bersama, para siaga melatih tangan dan kakinya, melatih pendengaran dan bicaranya tanpa Yanda dan Bunda menyuruh mereka untuk bergerak dan berbicara. Para siaga tetap dalam kondisi riang gembira, tanpa ada perasaan tegang, keterpaksaan, dan tanpa perasaan negatif lainnya. Yang ada hanyalah kegembiraan, karena memang hal inilah proses pembelajaran bagi para pramuka.

Selanjutnya di tingkat PERINDUKAN, para siaga diberikan pengalaman oleh Yanda dan Bunda bagaimana merasakan kekalahan, bagaimana menikmati kemenangan, bagaimana menghargai teman lain, bagaimana pula bersikap santun kepada yang lebih tua. Pada tingkat perindukan, siaga dikembangkan keterampilan sosialnya, emosionalnya, dan spiritualnya meskipun dalam tataran dasar sesuai dengan usia mereka.


Lantas, mengapa disebut siaga?

Hal ini dikiaskan dengan masa pergerakan kemerdekaan Indonesia, yakni masa bersiaga (pergerakan nasional 1908). Kita ingat dalam sejarah bangsa Indonesia, pada masa-masa inilah mulai tumbuh generasi pembaharu yang muali berpikir dan mengusahakan kemerdekaan bangsa, sebut saja masa  Dr. Sutomo dengan gerakan Boedi Oetomo, dan beberapa organisasi pergerakan lain yang mengikutinya. Peristiwa inilah yang melandasi penyebutan golangan Siaga dalam Gerakan Pramuka.

Tapi yang lebih penting sekarang wahai para pandu yang kucinta,

Ingatlah bahwa dalam keadaan apapun pandu-pandu pertiwi haruslah senantiasa menyiagakan diri menghadapi segala tantangan yang ada di hadapan negeri ini, baik yang tampak maupun yang masih tertutup kabut ketidakpastian. red//

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APERSEPSI DALAM PELATIHAN

Sejarah Kepramukaan Dunia

Mendaki Gunung Dengan Aman