Gerakan Pramuka: Martabatnya dalam Dimensi Pendidikan
Kepramukaan sejatinya memiliki tiga dimensi peran dalam menjalankan fungsinya sebagai wahana pembinaan kaum muda. Peran pertama ialah kepramukaan sebagai sebuah organisasi gerakan, peran kedua kepramukaan sebagai sebuah pendidikan, dan peran ketiga kepramukaan sebagai metode pembelajaran. Ketiga dimensi peran tersebut sesungguhnya merupakan dimensi yang saling melengkapi dalam mencapai tujuan kepramukaan itu sendiri, jika dimainkan dalam porsidan posisi yang tepat.
Sebagai gerakan, kepramukaan memiliki
struktur organisasi Gerakan Pramuka dari Kwartir Nasional sampai gugus depan,
memiliki dasar hukum berupa Keppres N0. 238 tahun 1961 dan Undang-Undang No. 12
tahun 2010, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan siapapun dapat
bergabung menjadi anggota Gerakan Pramuka tanpa pernah mengalami pendidikan kepramukaan.
Sebagai sebuah pendidikan, kepra-mukaan memiliki peserta didik, tenaga pendidik (Pembina dan Pelatih), jenjang pendidikan dari siaga – penggalang – penegak – pandega, kurikulum dalam bentuk kecakapan (SKU dan SKK), penilaian perkembangan yang tersistem melalui pengujian hingga pelantikan, dan memiliki satuan pendidikan berupa Gugus Depan dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kepramukaan.
Sebagai sebuah
metode pembelajaran, kepramukaan memiliki 8 (delapan) sintaks yang
khas pramuka, yakni alam terbuka, belajar sambil melakukan, kegiatan menarik
dan menantang, sistem berkelompok, sistem tanda kecakapan, kehadiran orang
dewasa, pengamalan kode kehormatan, dan sistem satuan terpisah untuk putera dan
puteri yang hanya diterapkan di Indonesia. Kiasan dasar
menjadi bingkai bagi penerapan metode kepramukaan secara holistik. Hal tersebut
yang menjadikan metode kepramukaan menjadi unik.
Ketiga syarat
peran kepramukaan telah dipenuhi dengan baik secara infrastruktur oleh Gerakan
Pramuka sebagai organisasi penyelenggara pendidikan kepramukaan. Anggaran
dasar dan Anggaran Rumah tangga diperbarui tiap lima tahun sekali, petunjuk
penyelenggaraan dan petunjuk pelaksanaan dibuat sedemikian rupa dari tata
kelola organisasi hingga penggunaan seragam dan atribut kepramukaan.
Dalam dimensi
gerakan, saat ini kepramukaan telah menunjukkan keberadaan/eksistensinya
dengan baik. Betapa tidak, tiap peringatan hari pramuka di bulan Agustus dapat
kita dengar dan saksikan gebyar membahana. Upacara peringatan digelar dari
Jakarta hingga ke desa-desa. Seragam coklat tua-coklat muda dipakai oleh kepala
negara hingga lurah. Setangan merah-putih mengalung di leher orang tua hingga
anak sekolah. Tepuk pramuka menggema dari kota-kota sampai rimba belantara,
dari puncak gunung sampai dataran lembah, dari medan merdeka sampai
sanggar-sanggar gugus depan pramuka. Betapa euphoria hari pramuka menjadi magnet bagi berbagai kalangan yang
memiliki kepentingan terhadap Pramuka dan Gerakan Pramuka.
Di sisi lain,
Gerakan Pramuka sebagai gerakan ia menjadi organisasi yang sangat terbuka,
sehingga terjadi setidaknya dua hal berikut:
§
Siapapun dapat dengan mudah menjadi anggota Gerakan
Pramuka, khususnya anggota dewasa. Jika untuk menjadi peserta didik, adik-adik
harus melalui masa orientasi dan pelantikan, tidak demikian
halnya untuk menjadi anggota dewasa dalam Gerakan Pramuka.
§ Siapapun dapat
menjadi pemimpin Gerakan Pramuka tanpa mempedulikan apakah yang bersangkutan
pernah mengalami pendidikan kepramukaan atau tidak, memahami kepramukaan atau tidak, asalkan diusung oleh pemegang hak suara dalam musyawarah.
Kondisi di atas
berdampak pada kepengurusan di kwartir sebagai penyelenggara kepramukaan, banyak diisi
oleh orang-orang yang tidak memahami kepramukaan. Ketika pengurus kwartir banyak diisi oleh
orang-orang yang tidak memahami
kepramukaan, yang terjadi selanjutnya adalah kekacauan. Kekacauan di
bidang tata kelola, kekacauan dalam penyusunan program, hingga kekacauan dalam
pelaksanaan pendidikan kepramukaan.
Keprres
Nomor 238 Tahun 1961 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2010
mengamanatkan bahwa Gerakan Pramuka adalah penyelenggara pendidikan kepramukaan,
artinya berarti bahwa Gerakan Pramuka adalah organisasi pendidikan yang tugas
pokok dan fungsinya menyelenggarakan pendidikan kepramukaan bagi anggotanya.
Dalam dimensi
pendidikan, Gerakan Pramuka sebagai organisasi penye-lenggara pendidikan
kepramukaan telah menciptakan aturan main yang sistematis, terstruktur, dan
lengkap. Panduan pelaksanaan pendidikan kepramukaan mulai dari ranah kebijakan
sampai ranah teknis telah dibuat, mulai dari syarat kecakapan
umum (SKU) bagi peserta didik, panduan penempuhan SKU bagi pembina, syarat
kecakapan khusus (SKK), petunjuk penyelenggaraan gugus depan, hingga petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis kegiatan tertentu.
Namun, di sisi
lain Gerakan Pramuka sebagai penyelenggara pendidikan kepramukaan memiliki
titik lemah dalam beberapa bidang. Bank data (database) pendidikan merupakan salah satu bidang yang cukup lemah
dalam Gerakan Pramuka. Kwartir Nasional Gerakan Pramuka sebagai induk
organisasi kepramukaan belum mampu menunjukkan data valid jumlah peserta didik
di tiap jenjang, jumlah tenaga pendidik (Pembina dan Pelatih Pembina), dan
jumlah anggota dewasa lainnya di luar tenaga pendidik kepramukaan. Sehingga,
secara kuantitatif kita belum dapat menilai perkembangan pendidikan kepramukaan
yang telah diselenggarakan selama ini secara objektif. Lemahnya database juga menjadikan kesulitan dalam
menentukan program prioritas pe-ngembangan pendidikan kepramukaan.
Pelaksanaan
pendidikan kepramukaan di Gugus Depan masih belum terlaksana secara independen
sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh Gerakan Pramuka. Gugus depan
sebagai satuan organisasi dan satuan pendidikan terdepan dalam penyelenggaraan
pendidikan kepramukaan belum mampu menjadi satuan organisasi yang mandiri dalam
melaksanakan pembinaan peserta didik. Gugus Depan masih dalam kesan terdikte
oleh inangnya (baca:sekolah), dalam arti program gugus
depan lebih sering mengikuti program satuan pendidikan formal dimana Gugus
Depan tersebut berada. Pelaksanaan pembinaan kepramukaan di Gugus Depan lebih
sering menyesuaikan dengan kebijakan Kepala Sekolah sebagai pemangku kebijakan
satuan pendidikan formal/sekolah dimana Gugus Depan berada. Gugus depan masih
dianggap milik sekolah, sehingga semua aktivitas Gugus Depan harus menyesuaikan
harapan sekolah.
Jika kita mau
menelisik lebih dalam, keadaan ini tidak sepenuhnya dominasi pihak sekolah (Kepala
Sekolah) terhadap gugus depan. Namun, terdapat titik lemah dari sisi Pembina Pramuka
yang tidak mampu menyajikan program pendidikan kepramukan dengan baik.
Sehingga, Pembina seakan-akan tidak memiliki nilai tawar kepada sekolah karena
memang tidak pernah membuat perencanaan dalam mengelola Gugus Depan. Latihan
kepramukaan hanya menjadi aktivitas rutin siswa tiap minggu sebagai kewajiban
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kepala sekolah memberi perhatian lebih pada
Gugus Depan hanya pada momen-momen tertentu. Yang sering terjadi di lapangan, Kepala
Sekolah sangat mendukung kegiatan kepramukaan yang bersifat kompetitif yang
jika anggotanya memenangkan kompetisi dapat mengankat gengsi
nama
sekolah-nya. Tetapi, dalam pembinaan rutin yang menjadi
dasar pembinaan karakter peserta didik kurang mendapat perhatian.
Dari sisi
penerapan metode kepramukaan, Pembina Pramuka di gugus depan belum mampu
menerapkan metode kepramukaan secara baik dalam membina peserta didiknya,
sehingga tangkapan orang tua dan pemerhati pendidikan kepramukaan masih menilai
bungkus daripada isi. Kepramukaan masih dikenal sebagai aktivitas tepuk dan
bernyanyi, bermain tongkat dan tali, dan perkemahan sabtu-minggu tanpa memahami
maksud sebenarnya di balik proses yang dilakukan. Kepramukaan
masih dikenal hanya dari tampilan kemasannya belum pada esensinya.
Sebagai sebuah
metode belajar, kepramukaan juga bebas pakai. Sehingga, banyak kita temui
aktivitas pelatihan dan kegiatan lain yang serupa dengan kegiatan yang
dilakukan pramuka. Hal ini tidak dapat ditahan dan dilarang oleh Gerakan
Pramuka, karena sebagai sebuah metode siapapun dapat menggunakannya sesuai
kebutuhan. Di sinilah menjadi tantangan baru bagi Gerakan Pramuka untuk dapat
mempertahankan kualitas pendidikan kepramukaan.
Sudut Pandang Lain
Dari sudut pandang yang berbeda, Gerakan Pramuka saat ini ibarat rumah
makan terkenal yang sedang kebanjiran pesanan hingga di luar omset normalnya.
Sebuah rumah makan yang sudah tersohor namanya dengan omset 1.000 porsi makanan
sehari, tiba-tiba mendapat pesanan hingga 10.000 porsi sehari. Bagi pemilik
rumah makan, tentu hal ini menjadi peluang baik untuk membesarkan usahanya
meski nama baiknya juga menjadi pertaruhan. Jika pesanan ditolak, maka harga
diri rumah makan dan pemiliknya akan jatuh. Jika semua pesanan diterima,
pemilik rumah makan tentu harus segera berpikir dan berbuat untuk memenuhi
pesanan konsumennya. Menambah tenaga kerja dan infrastruktur mungkin menjadi
solusi bagi pemilik rumah makan. Pertanyaannya
apakah dengan menambah tenaga kerja dan infrastruktur dalam waktu cepat dapat
menjamin kualitas makanan yang diproduksi masih terjaga seperti sebelumnya?
Lahirnya undang-undang Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka memicu
ekspektasi luar biasa terhadap Gerakan Pramuka. Setahun berselang, 5 (lima) menteri yaitu
menteri pertahanan, menteri pendidikan, menteri dalam negeri, menteri pemuda
dan olahraga, serta menteri agama segera bersepakat bahwa pembinaan Bela Negara
bagi kaum muda diamanatkan kepada Gerakan Pramuka.
Tahun 2013 kemendikbud dalam kurikulumnya juga mengamanatkan pendidikan
kepramukaan
sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah yang kemudian diatur khusus dengan Permendikbud
Nomor 63 tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan
Ekstrakurikuler Wajib pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Beberapa
kementerian lain juga membidani lahirnya satuan karya (SAKA) baru, seperti saka
widya budaya bakti, saka kalpataru, saka pariwisata, dan
beberapa lainnya.
Kondisi di atas berdampak pada lonjakan intensitas kegiatan kepramukaan
yang diselenggarakan atas dasar kerjasama antara Kwartir Gerakan Pramuka dari
nasional sampai cabang dengan pihak-pihak yang berkepentingan, di samping
kegiatan-kegiatan yang menjadi program Gerakan Pramuka sendiri. Bentuk kegiatan
yang dilaksanakan pun semakin variatif baik kegiatan yang sasarannya peserta
didik Gerakan Pramuka maupun anggota dewasa Gerakan Pramuka, bahkan komunitas
lain yang bukan pramuka. Mulai dari kegiatan sosialisasi, pelatihan, bimbingan
teknis, hingga kursus Pembina seakan mengalir tiada habisnya.
Pertanyaannya dengan banyaknya permintaan kegiatan kepramukaan yang
sedemikian, mampukah Gerakan Pramuka menjaga kualitasnya sebagai penyelenggara
pendidikan kepramukaan sesuai amanat Undang-undang? Langkah apa saja yang harus
ditempuh Gerakan Pramuka untuk menjaga kualitas dalam melayani permintaan-permintaan
tersebut?
Tentu Gerakan Pramuka harus segera melangkah dengan strategi untuk dapat
melayani semua permintaan dengan tetap menjaga kualitas diri dalam pelayanan.
Langkah Strategis
Jika Gerakan Pramuka betul-betul memperhitungkan fenomena di atas. Maka Gerakan Pramuka harus segera mengambil langkah strategis menghadapi perkembangan situasi kekinian yang sedang bergerak menuju-nya. Dalam pemikiran saya, terdapat tiga langkah strategis yang dapat dilakukan untuk dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut.
1.
Tumbuhkan
Kesadaran bahwa Gerakan Pramuka adalah Organisasi Pendidikan.
Penyelenggara kepramukaan, dalam hal ini kwartir harus sepenuhnya sadar
bahwa Gerakan Pramuka adalah organisasi pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan
Kwartir Nasional sampai Kwartir Ranting tentu harus memprioritaskan pada
penguatan pendidikan kepramukaan. Sehingga program-program kwartir berpihak
pada penguatan pendidikan kepramukaan.
2.
Perkuat Anggota
Dewasa Gerakan Pramuka sebagai Penjaga Norma Pendidikan Kepramukaan.
Anggota dewasa dalam Gerakan Pramuka seharusnya bukan hanya sekumpulan
orang-orang usia tua yang berseragam coklat tua – coklat muda, melainkan mereka
seharusnya menjadi orang dewasa yang mampu membina, membimbing, dan mem-berdaya-kan anak-anak
muda mempersiapkan masa depannya.
Pembina dan Pelatih Pembina Pramuka sebagai tenaga pendidik kepramukaan harus
dikuatkan kualitas dan kapasitasnya. Karena melalui Pembina dan pelatih, norma
kepramukaan akan tetap terjaga. Kursus Pembina dan pelatih harus mampu
melahirkan Pembina-pembina dan pelatih-pelatih yang kompeten di bidang
kepramukaan khususnya dan mengikuti perkembangan dunia pendidikan pada umumnya.
Karena diakui atau tidak, pendidikan kepramukaan sekarang berada dalam pusaran
dunia pendidikan formal.
3.
Perkuat Satuan
Pendidikan Kepramukaan.
Gugus depan sebagai satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan
penyelenggara pendidikan kepramukaan harus menjadi prioritas bagi penyelenggara
kepramukaan. Karena hakikatnya di gugus depanlah tempat pendidikan kepramukaan
berada. Gugus depan sebagai rumah pendidikan kepramukaan harus mampu bersinergi
dengan satuan pendidikan formal. Dengan demikian, kepramukaan akan menjadi
kegiatan ko-kurikuler pendidikan formal yang memang dibutuhkan, bukan
ditempatkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang “dipaksakan“ kepada siswa di
sekolah.
Sajian menu latihan yang sehat dan bervariasi akan menjadi magnet bagi
peserta didik. Penerapan metode kepramukaan secara holistik akan menjadikan
kepramukaan menjadi unik. Keunikan inilah yang tidak dimiliki metode
pembelajaran lainnya.
Perlu kita sadari, anak-anak tumbuh menuju bentuk raga yang sempurnya
setiap harinya. Tapi, tidak semua anak-anak bertumbuh jiwanya setiap
hari. Dengan menjadi Pramuka, seharusnya pertumbuhan dan perkembangan
jiwa anak-anak menjadi seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan raganya. Karena pendidikan kepramukaan menyasar pada kecerdasan SKESOSIF (spiritual,
karakter, emosisonal, sosial, in-telektual, dan fisik) peserta didik.
Pusdiklat kepramukaan sebagai produsen tenaga pendidik kepramukaan
memiliki peran vital dan tak tergantikan. Karena melalui Pusdiklat, terlahir
Pembina dan Pelatih yang akan menjadi
ujung tombak pembinaan pramuka.
Komentar
Posting Komentar